Garapan seni fragmen tari inovatif ini disajikan Komunitas Seni Pancer Langit Bali didukung Karang Taruna Widya Dharma Bhakti dan PKK Banjar Muncan Kelurahan Kapal, Mengwi Badung.
Ketua Umum Pancer Langit Bali I Gede Agus Suparta mengatakan konsep yang disajikan merupakan kreativitas seni kekinian yang tetap berakar pada tradisi. “Konsep kami pakai adalah konsep seni kekinian yang berbasis pada seni tradisi,” katanya, Senin (2/11/2015).
Kata dia garapan seni ini dikemas agar tidak terlihat monoton dengan perpaduan kreasi penataan koreografi atau penyajian kostum dan iringannya. Dari segi koreografi memadukan unsur gerak tradisi dengan gerak tari kontemporer sehingga memberi napas baru pada aspek penyajiannya.
Koreografer A.A Gede Agung Rahma Putra mengatakan iringan musik mencoba melawan arus yang biasanya menggunakan penabuh yang banyak, kali ini digarap jauh lebih sederhana tetapi mengena. Alat musik dipakai hasil perpaduan antara musik Bali dan etnik seperti ceng-ceng kopyak 6 orang, reong angklung 2 orang, gong, kempur, tawa-tawa dan jimbe.
Tigabelas penabuh mengiringi fragmen tari yang dipentaskan di hadapan masyarakat luas. Karena konsep pawai, Komunitas Pancer Langit Bali yang tergabung dalam Asiosiasi Karnaval Indonesia (Akari Bali) ini menggunakan kostum-kostum karnaval yang sesuai dengan tema,
"Kami harap perpaduan antara kostum karnaval yang berbalut dengan koreografi Bali yang atraktif didukung iringan musik sederhana dapat memberikan sentuhan dan warna baru pada kreativitas seni yang hadir selama ini,” tuturnya.
Komposer I Made Suardipa dan designer Agus Eka Dharma Putra kian membuat sajian garapan ini memukau penonton yang memadati ajang pembukaan festival budaya tersebut.
Gung Rahma menambahkan, pihaknya berusaha menampilkan sesuatu yang beda tanpa terlepas dari kreteria yang ada. Tema yang diusung terinspirasi dari tema besar dari panitia yakni Satkala Bhawa Santhikara, Bangkitkan Kreativitas Masyarakat dengan mengusung keindahan menuju kedamaian dan kemakmuran.
Boma Carita merupakan kisah pertemuan antara Dewa Wisnu (air) dan Dewi Basundari (pertiwi).Pertemuan air dan tanah akan melahirkan kemakmuran atau kesuburan,disanalah menurut tafsir dari penggarap ada kesamaan antara kehidupan dengan seni itu sendiri.
Jika dualism antara bhawa(ide) dan prakerthi (penuangan) itu bertemu, maka akan terwujud lah kreativitas atau kreasi seni itu. Totalitas dari penggarap dan seniman pendukung garapan ini melahirkan karya kreatif yang apresiatif. (dea)