JAKARTA (inibali.com)– Yenny Wahid memastikan ibu-ibu Muslimat NU bakal sangat militan ikut memerangi hoax, fitnah dan ujaran kebencian. Peringatan Harlah (hari lahir) ke-73 Muslimat NU di Gelora Bung Karno (GBK) menjadi momentum untuk mendeklarasikan ‘Laskar Muslimat NU Anti-hoax dan Ujaran Kebencian’ yang beranggotakan seluruh anggota Muslimat.
“Oh mereka pasti bergerak. Ibu-ibu Muslimat itu sangat militan. Mereka bisa bergerak ke mana-mana. Bisa menembus berbagai lapisan masyarakat. Majelis taklim mereka dalam seminggu bisa beberapa kali melakukan kegiatan. Jangkauan mereka sampai ke desa-desa,” kata Yenny Wahid, Ketua Panitia Harlah ke-73 Muslimat NU saat ditanya soal Laskar Muslimat Anti-hoax, di Jakarta, Senin (28/1/2019).
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Harlah ke-73 Muslimat NU yang digelar di GBK, pada Minggu kemarin, dihadiri Presiden Jokowi dan Ibu Iriana, Ketua Umum PBNU KH Said Agil Siradj, Ketua Umum PP Muslimat Khofifah Indar Parawansa, para kiai dan ulama, serta beberapa menteri Kabinet Kerja. Salah satu acara adalah deklarasi ‘Laskar Muslimat NU Anti-hoax dan Ujaran Kebencian’.
Yenny mengaku sedih melihat hoax dan ujaran kebencian marak di media sosial (medsos) menjelang Pilpres 2019. Menurutnya, fenomena seperti itu tak hanya terjadi di Indonesia tapi juga dunia. “Kalau di negara lain, misalnya kebencian terhadap imigran. Kalau di AS kebencian terhadap ras tertentu. Nah kalau di Indonesia kebalikan, bentuknya phobia terhadap non-muslim. Sebenarnya bukan phobia, tetapi sebuah isu yang dijadikan alat politik,” kata putri kedua KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu.
Pesoalan yang kemudian muncul, banyak masyarakat yang termakan dan menjadi korban. “Sebab memang dikondisikan. Ini sekarang dunia global, siapa yang menguasai informasi, dia mempunyai kekuatan. Masyarakat tidak sadar bahwa perferensinya dibentuk oleh orang yang menyebarkan informasi karena dia menelan mentah-mentah informasinya,” kata pemilik nama asli Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid itu.
Masyarakat seolah-olah dibombardir dengan iklan. Bukan iklan barang, melainkan iklan tentang isu politik. “Kalau iklan barang kita bisa menimbang-nimbang harga atau kualitas. Sementara iklan politik menjadi susah karena melibatkan emosi. Orang menjadi tidak rasional. Apalagi isu agama di Indonesia,” tegasnya.
Menurut Yenny, langkah melawan hoax dan ujaran kebencian adalah melakukan penyadaran kepada semua orang agar mau berpikir kritis. Pengguna medsos harus mempunyai kontrol diri dan mempertanyakan kebenaran terhadap sebuah berita atau video. Oleh sebab itulah, Muslimat NU menyerukan seluruh anggotanya di Indonesia untuk ikut berperan menangkal hoax dan ujaran kebencian.
Peringatan Harlah Muslimat ke-73 dijadikan momentum melawan hoax. “Jangan salah ya, ibu-ibu Muslimat itu canggih-canggih. Mereka mayoritas aktif di media sosial. Kita ingin memberdayakan perempuan-perempuan Muslimat NU agar lebih menyadari bahaya hoax dan fitnah. Kemudian mau melakukan sesuatu untuk memastikan hoax tidak tersebar ke tengah masyarakat,” pungkasnya.(*)