Seremonial poembukaan ditandai dengan Ritus Seni Tarirupabunyi "Kidung Megarupa" karya Nyoman Erawan berkolaborasi dengan seniman lintasbidang.
Bali Megarupa dijanjikan menjadi salah satu infrastruktur seni rupa yang difasilitasi Pemprov Bali dan diharapkan kelak melahirkan karya berkualitas, unggul, dan mendunia.
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati atau akrab disapa Cok Ace mengatakan pameran yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali ini semakin mengukuhkan Pulau Dewata sebagai pusat seni budaya rintisan para pendahulu yang melakukan aktivitas kesenian sebagai kegiatan adat dan agama dan kini berkembang mewarnai relung kehidupan masyarakat Bali.
"Seni rupa yang menjadi bagian dari aktivitas keseharian tersebut perlu mendapatkan ruang yang lebih luas dan infrastruktur yang memadai," kata saat mewakili Gubernur membuka Bali Megarupa di Museum ARMA, Selasa (22/10/2019) malam.
Ia berharap acara ini mampu mengawali niat baik pemerintah untuk menyediakan sarana dan prasarana untuk sebuah kegiatan yang diharapkan menjadi embrio pameran besar seni rupa dalam skala besar sesuai dengan harapan yang disematkan pada nama “Bali Magerupa”.
Cok Ace menegaskan mulai tahun 2020 pameran “Bali Megarupa” akan dimasukkan menjadi bagian Festival Seni Bali Jani, meskipun kedua peristiwa tersebut pada 2019 ini sudah dirintis dan diselenggarakan pada bulan yang sama. Karena, bagaimana pun potensi seni rupa Bali begitu luar biasa, sehingga perlu wadah kegiatan yang tepat dan memadai.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Kun Adnyana mengatakan Bali Megarupa akan hadir setiap tahun seraya memetakan seni rupa Bali dan mencatat secara cermat kesejarahannya sejak awal.
Ia menyebut pameran yang menghadirkan karya 103 perupa dari berbagai genre, gaya, dan generasi ini mengawali kerja besar untuk agenda tahunan yang diharapakan menjadi pameran skala besar dan internasional.
Seniman Nyoman Erawan menghadirkan ritus seni dengan berkolaborasi musisi I Gusti Sudarta, penyair Warih Wisatsana, perupa Wayan Sujana Suklu yang menghadirkan seni instalasi da sejumlah penari.
Kata dia ritus seni ini menghikmati pameran Bali Megarupa dengan empat pendekatan Hulu, Arus, Campuhan, dan Muara; sebuah cerminan dinamika dunia seni rupa Bali dari era tradisi, modern, hingga kontemporer.
Nilai-nilai filosofi Bali atau kearifan lokal Bali luluh dalam bahasa rupa, bunyi, dan unsur tari, melantunkan kidung yang merefleksikan pencarian dan penemuan diri Sang Seniman sebagai penghayat kehidupan. Air bukan semata perlambang alam, melainkan juga batin; sekaligus energi yang kadang meluap dari hulu menuju muara dalam gelombang pencarian, tak jarang hening dalam ketenangan meraih sublimasi perenungan diri.
Kidung Megarupa adalah ritus kebersamaan penghayat dan pecinta seni yang percaya bahwa titik, garis, warna, adalah sebuah keniscayaan penciptaan guna menemu komposisi yang indah mencerahkan di mana Sang Bhuwana Alit menyatu bersama Sang Bhuwana Agung, utuh dalam keseluruhan.
Pameran Bali Megarupa yang hadir di 4 tempat yakni Museum Puri Lukisan, Museum Neka, Museum ARMA dan Bentara Budaya Bali berlangsung hingga 10 November 2019.(wan)