INBALI.COM – Bunyi kulkul menggema lima kali yang dipukul oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, menembus angin sore Renon yang hangat, menggetarkan langit di atas Monumen Bajra Sandhi.
Sabtu, 21 Juni 2025, pukulan sakral itu bukan sekadar isyarat dimulainya sebuah pawai, melainkan sabda pembuka untuk harmoni semesta: Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 resmi dimulai.
Dari jantung Denpasar, ribuan pasang mata menyaksikan saat-saat magis itu. Gubernur Bali Wayan Koster, Wakil Gubernur Giri Prasta, dan Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa berdiri mendampingi, kala bunyi Gong Gede Semara Pegulingan membahana, membelah ruang dengan aura purba. Lalu mengalun megah barungan gamelan Gong Adhi Merdangga, mengiringi peed aya—arak-arakan lambang agung PKB, Siwa Nataraja, persembahan dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.
Pawai budaya yang menjadi pembuka pesta ini menampilkan ratusan seniman dari sembilan kabupaten dan kota di Bali, ditambah delegasi dari mancanegara dan komunitas-komunitas seni.
Berderet di Jalan Raya Puputan, tubuh-tubuh penuh warna menari dalam irama sakral yang tak hanya memanjakan mata, tapi juga menyentuh jiwa.
PKB 2025 yang mengusung tema “Jagat Kerthi: Lokahita Samudaya” (Harmoni Semesta Raya) akan berlangsung selama sebulan penuh hingga 19 Juli 2025.
Sebuah selebrasi panjang kreativitas, spiritualitas, dan peradaban Bali. Tak kurang dari 20.089 seniman akan menghidupkan Taman Budaya Provinsi Bali melalui berbagai bentuk persembahan: dari rekasadana (pergelaran), utsawa (parade), wimbakara (lomba), kriyaloka (lokakarya), kandarupa (pameran), hingga widyatula (sarasehan).
Alunan kulkul yang memulai semua ini, adalah gema dari masa lalu yang kini kembali hidup, menyatukan ribuan hati dalam tarian budaya yang abadi. Di Bali, seni bukan sekadar pertunjukan—ia adalah napas, nadi, dan doa.***