Dari Scroll ke Cek Fakta: AMSI Bali Ajak Gen Z Kritis di Dunia Digital

Sabtu, 25 Oktober 2025, 14:11 WIB

INIBALI.COM – Bagaimana jadinya kalau obrolan tentang hoaks dan literasi digital dibungkus dengan suasana hangat dan dialog dua arah?

Itulah yang terasa dalam acara “Gen Z Bermedia: Cegah Hoaks, Wujudkan Ruang Digital Sehat”, talkshow yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bali, Jumat, 24 Oktober 2025, di Renoma Resto, Renon.

Alih-alih tampil seperti seminar serius, acara ini dikemas santai layaknya ruang belajar di luar kelas. Peserta—kebanyakan dari kalangan muda—didorong untuk berdiskusi, bertanya, dan bahkan menantang narasumber dengan pandangan mereka sendiri soal dunia digital yang kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Dua narasumber dihadirkan Ni Made Ras Amanda G., akademisi dari Universitas Udayana dan Luh De Suryani, anggota AMSI Bali sekaligus praktisi media. Keduanya berbagi wawasan tentang bagaimana Gen Z bisa menjadi pengguna digital yang cerdas, kritis, dan bertanggung jawab.

Ketua AMSI Bali I Ketut Adi Sutrisna menyebut Generasi Z sebagai kelompok paling aktif di dunia maya. Namun, di balik keaktifan itu ada tantangan besar: derasnya arus informasi yang sulit dibedakan antara fakta dan hoaks.

“Tantangannya adalah bagaimana Gen Z bisa mengenali mana informasi yang benar dan mana yang menyesatkan,” ujar Adi.

Ia menegaskan, kunci utama untuk menghadapi banjir informasi ini adalah berpikir kritis. Salah satu caranya sederhana—selalu ajukan pertanyaan dasar setiap kali menerima kabar: siapa yang menyampaikan, apa konteksnya, kapan kejadiannya, di mana tempatnya, mengapa bisa terjadi, dan bagaimana peristiwanya berlangsung.

Dengan membiasakan diri menunda reaksi impulsif seperti langsung membagikan berita, generasi muda bisa melakukan verifikasi cepat dan membantu menekan penyebaran hoaks.

Dalam sesi diskusi, peserta juga diajak untuk melihat peristiwa dari berbagai sudut pandang. Narasumber memberi contoh praktis: jika menemukan berita kecelakaan, jangan langsung percaya satu narasi.

Coba telusuri sumber foto, periksa laporan dari media kredibel, dan bandingkan kronologi dari beberapa pihak sebelum menyimpulkan.

Made Ras Amanda menambahkan bahwa kemampuan seperti ini tidak datang begitu saja. “Literasi digital harus diintegrasikan dalam kegiatan belajar, baik formal maupun nonformal. Anak muda perlu latihan berulang agar berpikir kritis jadi kebiasaan,” ujarnya.

Dalam sesi interaktif, para pembicara mempraktikkan sejumlah teknik verifikasi sederhana yang bisa dilakukan siapa pun: memeriksa sumber asli konten, melacak waktu unggahan foto atau video, hingga menggunakan situs pengecekan fakta jika ada klaim yang mencurigakan.

Bagi AMSI Bali, talkshow ini bukan sekadar berbagi teori, tapi langkah nyata membangun budaya bermedia yang lebih sehat. “Kami ingin agar kegiatan ini tidak berhenti di sini saja, tapi menjadi kebiasaan jangka panjang: verifikasi dulu, baru bagikan,” tegas Adi Sutrisna.

Acara pun ditutup dengan sesi tanya jawab yang seru. Para peserta muda menyampaikan pertanyaan kritis, berbagi pengalaman, bahkan mengusulkan tema untuk pertemuan berikutnya.

AMSI Bali memastikan kegiatan semacam ini akan terus berlanjut sebagai bagian dari komitmen mereka untuk memperkuat literasi media di era digital.***

Berita Terkait