“Ini adalah strategi kebudayaan yang nyata. Dua panggung ini memperkuat identitas Bali di tengah derasnya arus globalisasi. Lewat PKB dan FSBJ, seniman kita berkembang, karya mereka makin unik, dan publik pun terus bertambah,” katanya.
Tak hanya menjadi ruang ekspresi budaya, PKB juga berdampak langsung pada perekonomian rakyat. Gede Yuta, pedagang laklak asal Buleleng, mengaku meraih omset hingga Rp 100 juta selama sebulan PKB berlangsung.
Senada, pelaku UMKM dari Bangli, I Wayan Karmen, yang menjual keben wayang, berhasil mencatatkan omset Rp 161 juta dengan keuntungan sekitar 30 persen. Keduanya mengaku terbantu dengan fasilitas pameran gratis dan kemudahan bertemu langsung dengan konsumen.
PKB juga menjadi ajang silaturahmi antara seniman, pelaku budaya, dan masyarakat. I Ketut Rasmini (83), salah satu penonton setia, mengaku selalu hadir setiap hari. “Pertunjukan dari pagi sampai malam luar biasa. PKB tahun ini makin berkualitas,” ujarnya.
Penutupan PKB ke-47 juga dirangkai dengan penyerahan Penghargaan Adi Sewaka Nugraha kepada sembilan seniman yang dinilai berjasa dalam pelestarian seni budaya Bali. Selain itu, juga diberikan hadiah lomba dan sertifikat kepada 22 lembaga seni.
Acara malam itu ditutup dengan penampilan kolaboratif dari Sanggar Seni Kokar Bali dan SMKN 3 Sukawati. Hadir dalam kesempatan ini sejumlah tokoh penting, mulai dari Ida Sri Bhagawan Putra Natha Nawa Wangsa Pamayun, Sekda Provinsi Bali, jajaran Forkopimda, kepala daerah se-Bali, budayawan, hingga ribuan pecinta seni.***