Gianyar Tampilkan ‘Dolanan Gayung Batu’ dan ‘Getaran Bumi’ di Utsawa Gong Kebyar Anak-anak

Mengangkat nilai-nilai permainan tradisional yang mulai terlupakan, Dolanan Gayung Batu terinspirasi dari kekhawatiran akan pengaruh modernisasi terhadap tumbuh kembang anak-anak.

Rabu, 25 Juni 2025, 11:22 WIB

INIBALI.COM – Panggung Terbuka Ardha Candra, Denpasar, menjadi saksi kemegahan persembahan terakhir Kabupaten Gianyar dalam ajang Utsawa Gong Kebyar Anak-anak, Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII pada Selasa 24 Juni 2025 malam.

Sekaa Gong Praja Hitha Swara Desa Blahbatuh, berkolaborasi dengan anak-anak dari Sanggar Windhu Candra Budaya dan Sanggar Paripurna Blahbatuh, sukses memukau ribuan penonton yang memadati arena.

Karya pamungkas berjudul ‘Dolanan Gayung Batu’ tampil gemilang dan menghadirkan pesona yang kuat, bahkan mendominasi penampilan dibandingkan Sanggar Seni Santhi Budaya, duta dari Kabupaten Buleleng.

Mengangkat nilai-nilai permainan tradisional yang mulai terlupakan, Dolanan Gayung Batu terinspirasi dari kekhawatiran akan pengaruh modernisasi terhadap tumbuh kembang anak-anak.

Di tengah tren dan kebiasaan baru yang tak selalu selaras dengan nilai budaya, karya ini hadir sebagai pengingat bahwa permainan rakyat seperti Gayung Batu menyimpan warisan luhur yang layak dirayakan.

Permainan ini dahulu populer di Desa Blahbatuh. Anak-anak bermain dengan batu sebagai alat utama, yang digayung dan diarahkan menggunakan kaki ke dalam bingkai kotak dari bambu.

Permainan ini bukan hanya menguji keterampilan dan strategi, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kebersamaan, sportivitas, dan kesabaran. Siapa yang mampu mengenai batu di dalam kotak akan keluar sebagai pemenang.

Lebih dari sekadar hiburan, Dolanan Gayung Batu menyelipkan pesan-pesan moral penting, seperti menjaga kebersihan dengan memilah sampah, hidup rukun dengan sesama, serta menjaga hubungan harmonis dengan alam dan spiritualitas.

Selaras dengan tema Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII tahun ini, Jagat Kerthi Lokahita Samudaya—yang berarti Harmoni Semesta Raya—karya ini menjadi bentuk nyata pelestarian nilai dan identitas lokal di tengah arus perubahan zaman.

Sebelum menampilkan Dolanan Gayung Batu, duta Gianyar juga menyuguhkan dua karya pembuka yang tak kalah memikat: Tari Cendrawasih dan Tabuh Kreasi Baru berjudul Dharani Nadi, yang berarti “Nadi Bumi”.

Dharani Nadi menggambarkan bumi sebagai sumber energi kehidupan. Seperti tanah yang terus berdenyut, air bawah tanah yang mengalir, dan getaran alam yang memberi kehidupan, karya ini menyuarakan kepekaan manusia terhadap irama semesta.

Tabuh ini bukan hanya karya musikal, melainkan juga refleksi akan hubungan spiritual antara manusia dan alam, serta pentingnya mengasah kesadaran tersebut sejak usia dini melalui pendidikan seni.

Dalam narasi musikalnya, tanah diibaratkan sebagai gamelan, anak-anak sebagai tunas seni, dan ilmu sebagai pupuk. Sebuah metafora puitis yang menggarisbawahi bahwa seni hanya akan berkembang jika dirawat dengan kesadaran dan penghormatan terhadap akar budayanya.

Persembahan Gianyar di ajang Gong Kebyar Anak-anak kali ini tak hanya tampil apik secara teknis, namun juga menyentuh sisi batin dan intelektual—mewakili semangat generasi muda yang tak melupakan akar budayanya, bahkan di tengah derasnya arus globalisasi.***

Berita Terkait