Museum Pasifika Gelar Lokakarya Internasional tentang Digitalisasi Warisan Budaya dan Etika AI

Museum Pasifika berkomitmen untuk terus berinovasi dan memanfaatkan teknologi digital demi melestarikan koleksi sekaligus memperluas akses publik.

Jumat, 15 Agustus 2025, 19:59 WIB

Menurut Mikke pembahasan etika perlu meliputi individu, institusi, hingga komunitas internasional, termasuk bagaimana negara seperti China, Vietnam, dan Australia mengatur hak cipta. Isu duplikasi dan replikasi karya seni di masa depan pun menjadi sorotan agar tidak memicu sengketa.

Penggagas Arsip Bali 1928, I Made Marlowe Makaradhwaja Bandem menilai lokakarya ini krusial untuk memastikan keberlangsungan budaya Bali di era digital.

“Bukan sekadar memindahkan seni budaya ke format digital, tapi juga memastikan penyampaiannya utuh dan komprehensif,” ujar Marlowe yang juga peserta lokakarya ini.

Marlowe menambahkan, dunia digital tidak hanya menjadi arsip pelestarian, tetapi juga ruang untuk menciptakan tradisi baru yang relevan dengan generasi muda.

Suasana lokakarya di Museum Pasifika.

Direktur Operasional Museum Pasifika, Kadek Glady Laksmi Sugiri, menegaskan museum berperan sebagai jembatan antara tradisi dan inovasi.

“Kami ingin membekali pelaku museum dan generasi penerus dengan pengetahuan dan keterampilan yang relevan, terjangkau, dan berkelanjutan,” katanya.

Lokakarya ini terbagi dalam empat sesi utama: etika penggunaan AI dalam pelestarian budaya, digital storytelling untuk artefak, kurasi digital di Australia, serta teknik pemindaian 3D berbiaya rendah.

Pembicara yang hadir antara lain Dr. Emma Duester (Shanghai Jiao Tong University), Mrs. Michal Teague (RMIT Vietnam), Dr. Tammy Wong Hulbert (RMIT Australia), dan Mr. Ondris Pui (RMIT University).***

Berita Terkait