INIBALI.COM – Dulu, penyakit jantung sering dikaitkan dengan orang tua—kisah tentang kakek atau nenek yang tiba-tiba terkena serangan jantung terdengar begitu lazim.
Namun kini, kenyataan berubah. Di tengah gaya hidup modern yang serba cepat, generasi muda justru menjadi kelompok baru yang rentan terhadap ancaman ini. Serangan jantung tak lagi menunggu uban; ia bisa datang lebih cepat dari yang kita bayangkan.
Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan bahwa banyak anak muda merasa tubuh mereka masih kuat dan jauh dari risiko penyakit berat. Perasaan ini membuat mereka mengabaikan sinyal awal yang sebenarnya bisa menjadi pertanda bahaya.
Faktanya, data medis menunjukkan peningkatan kasus serangan jantung pada usia 20 hingga 40 tahun. Ini bukan kebetulan, tapi peringatan serius.
Penyebabnya ada di sekitar kita. Konsumsi makanan cepat saji, kopi berlebihan, begadang demi kerja atau sekadar scrolling media sosial, dan kurang gerak adalah kebiasaan yang memperberat kerja jantung.
Belum lagi stres yang hampir menjadi bagian harian—entah karena pekerjaan, tekanan sosial, atau urusan pribadi.
Rokok dan vape pun menjadi “teman” sebagian anak muda. Padahal, zat kimia di dalamnya, termasuk nikotin, mempercepat kerusakan pembuluh darah.
Ironisnya, bahkan mereka yang rajin olahraga bisa terkena serangan jantung jika mengabaikan faktor risiko lain, seperti riwayat keluarga, kolesterol tinggi, atau gangguan metabolik.
Yang lebih mengkhawatirkan, gejala serangan jantung di usia muda sering kali tidak terlihat mencolok. Nyeri ringan di dada, lengan kiri terasa tidak nyaman, sesak napas, atau mual sering disangka hanya masuk angin atau kelelahan biasa. Sayangnya, banyak yang terlambat menyadari hingga akhirnya kondisi sudah kritis.