Ubud Art Ground Diluncurkan, Gelar Pameran Bali-Tiongkok ‘Parallels: Legacies in Flux’

Ubud Art Ground bakal aktif mendorong kolaborasi lintas budaya dan linas generasi, menciptakan ekosistem seni yang berkelanjutan, dan menjadi pusat pertukaran pemikiran, praktik seni, serta eksplorasi kreatif yang berakar pada konteks lokal namun terbuka secara global.

Jumat, 11 Juli 2025, 21:24 WIB

Pameran ‘Parallels: Legacies in Flux’ mengeksplorasi bagaimana budaya Bali dan Tiongkok menavigasi perubahan zaman melalui pendekatan yang menghormati sekaligus
merekonstruksi warisan seni rupa.

Pameran yang dikurasi Farah Wardani (Indonesia) dan Prof. Qiu Ting (Tiongkok) ini berlangsung hingga 10 Agustus 2025 yang diisi pula dengan tur kuratorial, diskusi bertema ‘Contemporary Translations of Traditional Art’, workshop, pasar artisan, dan pertunjukan budaya yang membuka ruang interaksi antara seniman dan masyarakat.

Kurator Farah Wardani (kanan) menjelaskan tentang sebuah karya dalam pameran Parallels: Legacues in Flux. (Foto: UAG)

Kurator Farah Wardani menyajikan karya 51 seniman Bali, baik yang masih aktif maupun yang telah meninggal dunia, melalui lima pendekatan:

1. Prelude: A Master’s Touch: Menampilkan karya instalasi luar ruang dari maestro Made Djirna bertajuk ‘Transient Continuous/Numpang Lewat-Berkelanjutan’, yang merespons area Gudang Kayu.
2. Continuum: Menampilkan beragam karya tentang legasi dan perubahan masyarakat Bali dari perupa Bali berbagai generasi.
3. Spectrum: Menampilkan karya sejumlah perupa kontemporer yang menafsirkan tradisi dengan individualitas dan konteksnya masing-masing
4. Tradition Today: Beragam karya dari sejumlah perupa generasi baru yang menafsirkan tradisi dalam pendekatan kontemporer.
5. Legacies in Flux: A Timeline: Menampilkan sejumlah karya maestro tradisi Bali dengan linimasa sejarah seni rupa.

“Pameran ini tidak hanya menampilkan karya, tapi juga membuka percakapan tentang
legasi, perubahan masyarakat, dan inovasi dalam seni yang berpijak pada tradisi,” tutur Farah Wardani.

Sementara itu, kurator Prof. Qiu Ting (Dekan School of Chinese Painting dari Central Academy of Fine Arts (CAFA), Beijing) menghadirkan 20 seniman dengan karya yang berbasis teknik lukisan tinta tradisional guohua dalam bentuk dan narasi kontemporer.

CAFA juga menghadirkan 33 karya tambahan dari pengajar utama, seniman delegasi Indonesia, dan seniman penerima beasiswa dari Lie Siong Tay Charitable Foundation.

“Kolaborasi antara CAFA dan UAG merupakan ruang lintas budaya yang mempertemukan dua tradisi visual besar Asia. Pameran ini mendorong generasi seniman muda untuk membaca ulang warisan dengan cara baru yang relevan terhadap masa kini,” kata Prof. Qiu Ting.

Seniman dari Bali yang ikut dalam pameran ini adalah Agung Pramana, Agus Mediana Cuprux, A.A. Gede Raka Puja, Arie Smit, Aris Sarmanta, Budi Agung Kuswara, Darmika Solar Dewa, Made Johana, Eka Mardiyasa, Eka Sutha, Gusti Dalem, I Dewa Nyoman Jati, I Dewa Putu Bedil, I Dewa Putu Mokoh, I Gede Sukarya, I Gusti Ayu Kadek Murniasih, I Gusti Made Deblog, I Ketut Ginarsa, I Ketut Kasta, I Made Arya Palguna, I Nyoman Lesug, I Nyoman Londo, I Wayan Danu, I Wayan Sika, I Wayan Taweng, dan I Wayan Tojiwa.

Selain itu ada Ida Bagus Putu Sena, Jemana Murti, Kemalezeddine, Ketut Soki, Ketut Sudiwiarta, Kuncir Sathya Viku, Made Aswino Aji, Made Djirna, Made Gede Putra, Made Griyawan, Made Wianta, Made Wiradana, Mangku Mura, Mangku Muriati, Mia Diwasasri, Ni Gusti Agung Galuh, Ni Luh Pangestu, Ni Made Suciarmi, Ni Nyoman Sani, Nyoman Darmawan, Nyoman Gunarsa, Satya Cipta, Suarimbawa Dalbo, Valasara, dan Wayan Upadana.

Sedangkan seniman dari Tingkok adalah Lin Mao, Tang Yongli, Qiu Ting, Xie Qing, Zhang Meng, Bian Kai, Wang Hongzhou, Wu Changpu, Peng Jinhui, Li Yixuan, Fan Lingchao, Qiu Yuefu, Yao Lejin, Liang Chenyi, Fu Yunfei, Zhang Dingyou, Cheng Shihao, Wang Zha, Tian Shengrong, dan Zhu Ruichen.***

Berita Terkait