Non-Performing Loan (NPL) bruto tercatat 3,09 persen, masih berada di bawah ambang batas 5 persen, meskipun sedikit meningkat dibanding Februari 2024 yang sebesar 2,51 persen.
Ke depan, OJK mengingatkan perlunya kewaspadaan terhadap risiko pasar dan dampaknya pada likuiditas, terutama terkait tingginya suku bunga global dan berakhirnya relaksasi kredit akibat pandemi Covid-19. Penguatan permodalan dan penyesuaian cadangan kerugian tetap menjadi fokus.
Jumlah investor pasar modal di Bali dan Nusa Tenggara terus meningkat. Per Februari 2025, terdapat 247.430 investor saham atau naik 25,90 persen yoy. Investor reksa dana dan Surat Berharga Negara (SBN) juga mencatat pertumbuhan masing-masing sebesar 24,21 persen dan 17,72 persen.
Nilai kepemilikan saham di wilayah ini mencapai Rp7,9 triliun (tumbuh 8,16 persen yoy), sementara nilai transaksi melonjak menjadi Rp3,5 triliun (tumbuh 46,25 persen yoy).
Piutang pembiayaan oleh perusahaan pembiayaan di Bali dan Nusa Tenggara mencapai Rp19 triliun per Januari 2025, tumbuh 8,44 persen yoy. Meski melandai dibanding Desember 2024 (11,99 persen yoy), angka ini tetap mencerminkan kinerja positif. Sementara itu, pembiayaan oleh perusahaan modal ventura juga meningkat menjadi Rp312,8 miliar, tumbuh 5,82 persen yoy.
Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan tetap rendah di angka 1,45 persen, sedikit naik dari tahun sebelumnya (1,36 persen). Di sisi lain, NPF modal ventura justru membaik ke 6,96 persen dari 7,50 persen.
Kristrianti menegaskan secara keseluruhan, sektor keuangan di Bali dan Nusa Tenggara tetap berada dalam jalur pertumbuhan yang sehat dan stabil.
“Perbankan, pasar modal, hingga pembiayaan alternatif menunjukkan ketangguhan yang menjadi modal penting untuk menghadapi tantangan global ke depan. Dengan tetap menjaga likuiditas dan kualitas aset, optimisme terhadap keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Bali-Nusra patut terus dikawal,” tuturnya.***