INIBALI.COM – Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali mencatat kinerja industri jasa keuangan (IJK) di Bali dan Nusa Tenggara pada Febrari 2025 tetap terjaga berkat dukungan permodalan yang kuat, likuiditas memadai, serta profil risiko yang sehat.
Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu mengatakan pada sektor perbankan, penyaluran kredit di wilayah Bali dan Nusa Tenggara mencapai Rp231,1 triliun atau tumbuh 5,81 persen secara tahunan (yoy), meskipun sedikit melandai dibanding Januari 2025 yang tumbuh 6,77 persen.
Sebagian besar (57,64 persen) dari kredit ini disalurkan untuk kebutuhan produktif, yaitu modal kerja (33,82 persen) dan investasi (23,82 persen).
“Pertumbuhan signifikan terlihat pada kredit investasi yang naik 28,16 persen yoy, menandakan meningkatnya kepercayaan terhadap kondisi ekonomi regional,” kata Kristrianti dikutip dari pernyataan resmi, Senin 14 April 2025.
Kata dia penyaluran kredit masih didominasi oleh sektor konsumtif (42,36 persen) dan perdagangan besar dan eceran (24,49 persen). Kontributor utama pertumbuhan kredit datang dari segmen konsumtif (naik Rp7,3 triliun), sektor akomodasi dan makan minum (naik Rp1,6 triliun), serta pertanian, perburuan, dan kehutanan (naik Rp931 miliar).
UMKM juga tetap mendapat perhatian, dengan 43,21 persen kredit disalurkan ke sektor ini. Meski pertumbuhan kredit UMKM hanya 3,32 persen yoy—lebih rendah dibanding Februari 2024 (10,52 persen)—angka ini mencerminkan komitmen perbankan dalam mendukung ekonomi daerah.
Sejalan dengan penyaluran kredit, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 8,26 persen yoy menjadi Rp275,7 triliun. Peningkatan ini didorong oleh kenaikan nominal tabungan sebesar Rp14,9 triliun dan deposito Rp5,3 triliun.
Fungsi intermediasi perbankan pun terjaga, dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) naik menjadi 83,82 persen dari sebelumnya 82,86 persen. Rasio ini meningkat karena penyaluran kredit bulanan lebih besar dibandingkan pertumbuhan DPK.
Dari sisi kesehatan bank, likuiditas BPR masih stabil dengan Cash Ratio (CR) sebesar 14,55 persen di Bali, 13,97 persen di NTB, dan 8,32 persen di NTT. Sementara rasio kecukupan modal (CAR) berada di level tinggi: 36,03 persen (Bali), 47,09 persen (NTB), dan 46,88 persen (NTT), mencerminkan kesiapan perbankan menghadapi risiko ke depan.