INIBALI.COM – Sherry Winata adalah seorang pelukis, penulis, guru meditasi, sound healer, dan praktisi shamanic. Karya-karyanya menggambarkan kedalaman spiritual dan ekspresi artistik yang merefleksikan perjalanan emosional, pertumbuhan pribadi, serta proses penyembuhan jiwa.
Lukisan Sherry pertama kali menarik perhatian publik ketika karyanya bertajuk “Perfection and Destroyer” meraih penghargaan Highly Commended Award dalam kategori Emerging Artist di ajang 39th UOB Singapore Painting of the Year (2020).
Setahun kemudian, karyanya berjudul “The Dragon Ascension” dipamerkan di Art Gallery Laguna Beach, California, dan “The Dance of the Colors and Form” lolos kurasi A SCORE – Southern California Open Regional Exhibitions.
Pada April 2024, karya Sherry dipamerkan di pusat bisnis paling sibuk di dunia dan lokasi paling ikonik yakni Broadway, Times Square, Manhattan, New York.
Sherry yang berasal dari Bandung ini menemukan seni dan menulis sebagai “alat jiwa” untuk mengekspresikan persepsi, proses penyembuhan, transformasi, dan pencapaian kesadaran spiritual yang lebih tinggi.
Melalui lukisan dan tulisannya, Sherry menyampaikan pesan tentang perjalanan transformasi diri menuju kesadaran tanpa syarat—sebuah perjalanan untuk menyatukan pikiran, emosi, energi, hingga getaran jiwa dengan harmoni kehidupan yang penuh dualitas.
Menurut Sherry, setiap karya seni lahir dari cinta tanpa syarat (perfect unconditional love) dan menjadi jembatan antara dunia luar dengan dunia batin.
“Kisah hidup kita sejatinya adalah kisah tentang cinta,” ungkapnya. Dalam karyanya, ia mengeksplorasi hubungan manusia dengan alam semesta melalui pola, desain, dan bahasa energi yang sulit dijelaskan hanya dengan kata-kata.
Sherry mulai melukis pada 2019 tanpa latar belakang seni rupa. Dalam setahun, ia berhasil menghasilkan 130 lukisan. Baginya, proses melukis adalah ruang meditatif untuk mengembangkan kemampuan persepsi spiritual seperti clairaudience, clairsentience, dan claircognizance. Melalui interaksi dengan alam, ia mempelajari geometri sakral sebagai bahasa cinta universal yang hadir dalam setiap ciptaan.
Sherry telah menulis empat buku tentang seni, penyembuhan, dan kisah alam semesta yang mengungkap cinta, asal-usul kita, takdir kita, dan warisan kita. Inilah kisah yang perlu kita kenang dan kita raih kembali. Ia juga mengembangkan seri meditasi, kursus, dan jurnal bayangan (shadow journals) sebagai sarana pembimbingan spiritual.

Selama lebih dari 20 tahun, ia mengikuti panggilan hatinya untuk membantu manusia menemukan ‘potongan yang hilang’ demi melengkapi cetak biru cinta tanpa syarat dalam hidup mereka.
Bagi Sherry, setiap lukisan adalah ‘jejak kaki’ perjalanan penyembuhan dirinya. Warna, bentuk, tekstur, dan getaran dalam karyanya saling berinteraksi, menari, dan berbicara, menciptakan bahasa visual dari cinta tanpa syarat.
Ia percaya bahkan sisi negatif dalam hidup—seperti emosi atau peristiwa yang menyakitkan—adalah guru terbaik yang mendorong manusia menemukan jati diri dan harmoni dalam semesta.
“Ketika saya memasuki dunia lukisan saya, semua warna, bentuk, dan getaran menjadi hidup. Saya melihat lukisan saya, dan lukisan saya melihat saya. Saya mendengarnya, dan ia juga mendengar saya,” ungkap Sherry kepada media saat konferensi pers di Museum Puri Lukisan Ubud, Sabtu 19 Juli 2025.
Proses kreatif ini membantunya menerima kerentanan, mengubah cara ia melihat diri sendiri, orang lain, dan bagaimana orang lain memandangnya.
Lukisan-lukisannya bukan sekadar karya visual, melainkan media penyembuhan yang memancarkan energi dan frekuensi transformasi.
Saat ini, sebanyak 23 karya Sherry Winata dipamerkan oleh G3n Project di Museum Puri Lukisan Ubud dengan tajuk ‘Inner Sacred Alchemic’. Pameran ini berlangsung 20 Juli hingga 10 Agustus 2025.***