Ketua AMSI Bali Raih Gelar Doktor, Inilah Penelitiannya

Selasa, 21 April 2020, 06:52 WIB

INIBALI.COM – Penelitian tentang kombinasi “makhluk halus” pengurai jerami padi mengantar Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bali I Nengah Muliarta meraih gelar doktor bertepatan pada Hari Kartini, Selasa (21/4/2020)

Jurnalis kelahiran Klungkung, 21 Januari 1979 itu berhasil mempertahankan disertasi berjudul “Pengelolaan Limbah Jerami Padi untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah dan Hasil Padi” dalam ujian terbuka online yang diselenggarakan Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.

Dalam ujian promosi doktor tersebut, Muliarta menyebutkan dua kombinasi dekomposer lokal Bali memiliki kemampuan untuk mendekomposisi limbah jerami padi. Dua kombinasi dekomposer lokal Bali yang merupakan kombinasi bakteri dan jamur tersebut diberi nama dekomposer lokal 1 dan dekomposer lokal 2.

Dekomposer lokal 1 terdiri dari kombinasi Paenibacillus polimyxa, Pseudomonas flourescens, dan Trichoderma hazianum. Sedangkan dekomposer lokal 2 kombinasi dari Pseudomonas flourescens, Trichoderma hazianum, dan Aspergilus niger.

“Bakteri dan jamur yang digunakan ini merupakan lokal Bali atau diisolasi dari sumber medianya di Bali. Bakteri dan jamur ini ibarat makhluk halus karena tidak bisa dilihat dengan mata telanjang dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop, tetapi mereka ini memiliki kemampuan untuk mengurai limbah jerami padi menjadi kompos,” kata Muliarta yang pernag menjadi Komisioner KPID Bali 2014-2017.

Menurut suami dari Made Sumariani ini, kombinasi dekomposer lokal Bali yang ditemukan mampu mempercepat proses pengomposan jerami padi dan menghasilkan kompos berkualitas yang sesuai dengan standar SNI.

Hal ini telah dibuktikan melalui uji coba penelitian, dimana dekomposer lokal 1 dalam pengomposan selama 35 hari dan pembalikan 7 hari sekali menghasilkan kompos matang dengan rasio C/N mencapai 13,78. Sedangkan dekomposer 2 mampu menghasilkan kompos matang dengan rasio C/N 14,80.

“Dekomposer ini merupakan dekomposer aerob, sehingga tidak menghasilkan gas metan dan bau, sehingga lebih ramah terhadap lingkungan. Berbeda dengan pengomposan anaerob yang menghasilkan gas metan, tetapi gas metan yang dihasilkan cenderung dibuang. Padahal gas metan memiliki daya rusak 20-30 kali lebih kuat dari CO2,” kata ayah dari I Wayan Raditya Mahendranata.

Muliarta memaparkan ide awal dari penelitianya terinspirasi setelah melihat adanya kecenderungan pembakaran limbah jerami padi yang dilakukan oleh petani. Pada sisi lain jerami padi merupakan bahan organik yang mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman.

Berita Terkait