INIBALI.COM – Penyair Wayan Jengki Sunarta meluncurkan buku kumpulan puisi terbaru bertajuk Solilokui di tengah pandemi Covid-19 yang berkepanjangan ini. Menurut Jengki antologi puisi Solilokui merangkum 55 puisi yang dipilih dari masa penciptaan tahun 2016 hingga 2020 dan belum pernah dibukukan secara utuh.
“Tematik puisi-puisi ini berkisar pada persoalan kehidupan, kemanusiaan, persoalan sosial dan ekologi, kegamangan, kefanaan, renungan keseharian, dan berbagai hal yang mengusik jiwa saya,” katanya melalui surat elektroik, Kamis (22/10/2019).
Kata dia istilah solilokui biasa dikenal dalam seni drama. Solilokui biasanya disampaikan oleh seorang tokoh yang berbicara dengan dirinya sendiri untuk mengungkapkan perasaan, firasat, konflik batin, atau untuk menyajikan suatu informasi.
Dalam rangka memeringati Bulan Bahasa, antologi puisi ini akan dibedah dan dirayakan pada hari Sabtu, 24 Oktober 2020, pukul 18.00 Wita di Jatijagat Kampung Puisi (JKP), Jl. Cok Tresna No. 109, Renon, Denpasar. Selain bedah buku, acara akan dimeriahkan dengan pembacaan puisi dan diskusi ringan seputar Solilokui.
“Karena masih dalam suasana pandemi, acara ini bersifat terbatas. Peserta maksimal 45 orang. Undangan yang hadir wajib mematuhi protokol kesehatan dan menggunakan masker,” kata Jengki.
Kata Jengki mahaguru penyair Umbu Landu Paranggi berencana akan menghadiri bedah Solilokui tersebut. Pada suatu kesempatan, Umbu juga menyampaikan komentar untuk buku Solilokui, bahwa Jengki sudah menemukan pencariannya dalam proses menulis puisi.
“Jengki memberi kontemplasi pada tema-tema keseharian dan menjadi solilokui,” ujar Umbu.
Berkaitan dengan proses kreatifnya, Jengki mengatakan menciptakan puisi adalah proses yang tidak pernah selesai. Sama halnya dengan proses belajar memaknai kehidupan dengan beragam warnanya.
“Puisi selalu memberi banyak kemungkinan dan kejutan tak ternilai, yang membuat saya lebih memahami keberadaan sebagai manusia. Puisi adalah anugerah semesta yang memberkati pengembaraan batin saya menjelajahi rimba kehidupan,” ujar Jengki.
Lebih lanjut Jengki mengatakan bahwa buku Solilokui juga dimaksudkan sebagai kado ulang tahun untuk dirinya saat memasuki usia ke-45. “Sesederhana apa pun puisi yang saya ciptakan, mereka adalah anak-anak rohani yang mesti saya kasihi. Sebab mereka adalah bagian dari perjalanan hidup dan proses kreatif saya,” kata Jengki.